Minggu, 18 November 2012

Stigma

Cermin #5

Stigma




Saya sangat tertarik pada kajian mengenai stigma. Mengapa? Stigma adalah hal khusus yang hanya bisa dihadapi dengan cara khusus. Stigma bukanlah selayaknya suatu komunitas yang dapat dikontrol melalui pemimpin atau tokohnya. Menghadapi stigma adalah suatu permainan, maka mainkanlah. Menghadapi stigma adalah strategi, maka buatlah strategi itu.
Stigma bermula dari isu, gossip dan fitnah. Maka berhati-hatilah dengan tiga hal itu. Stigma dapat dengan mudah tersebar, meluas, merebak, mempengaruhi persepsi. Stigma juga ditentukan oleh kuasa yang dimiliki subjek. Semakin luas kuasanya, ia semakin mampu memproduksi stigma yang pengaruhnya juga berbanding lurus dengan keluasan kuasanya. Sebagai contoh, seorang kepala sekolah mampu mempengaruhi guru saat memberikan pengarahan mengenai RPP. Namun ketika pengawas datang dan juga memberikan pengarahan mengenai RPP, kepala sekolah dan guru akan tunduk terhadap pengarahan sang pengawas. Ketika yang datang adalah reviewer, maka kemudian pengawas, kepala sekolah dan guru tunduk pada pengarahan reviewer tersebut. Demikianlah stigma yang diproduksi oleh banyak subjek yang berbeda kuasanya.
Stigma adalah keadaan buruk yang menimpa masyarakat, menimpa banyak orang sehingga kita tidak ingin mengingatnya. Bangsa kita pernah mengalami stigma, maka kita menjadi tidak ingin mengingat stigma itu. Stigma diperlukan oleh masing-masing subjek untuk memperlancar tugas-tugasnya. Stigma merujuk pada kondisi dengan muatan tertentu, muatan yang penuh kepentingan. Pada pemahaman yang lebih luas, hampir pada semua kejadian mengandung stigma. Saat dosen atau guru memberikan kuliah dan mahasiswa atau siswa hanya diam mendengarkan, maka itulah sebenar-benar stigma. Sang dosen atau guru sedang melempar stigma. Ini adalah hal yang berbahaya. Inilah kondisi yang tidak adil.
Hal yang tidak bisa dihindarkan adalah ketika kita tidak mengharapkan adanya stigma tetapi dengan cara memproduksi stigma. Inilah sebenar-benar kontradiksi dalam hidup. Tidaklah stigma bisa dihilangkan, hanya sekedar diminimalkan, diproduksi secukupnya.  Inilah hikmah yang bisa diambil dari kajian mengenai stigma. Sebagai apapun kita, janganlah terlalu banyak memproduksi stigma.
   Melihat bagaimana orang menanggapi stigma, bisa melihat berbagai macam perilaku. Pertama, doyan stigma. Saat disodori stigma, ia sangat cepat dan bersemangat dalam merespon kemudian menyebarluaskanya atau memproduksi stigma-stigma turunan. Tetapi pada suatu titik, ia menjadi mundur dari perlagaan stigma karena citranya menjadi buruk karena stigma itu sendiri. Kedua, orang yang telah menetapkan prioritas dalam hidup sehingga merasa tidak punya waktu untuk menanggapi stigma tetapi pada suatu titik ia juga ingin atau merasa perlu menangggapinya. Ketiga, orang yang serta merta memohon ampun kepada Yang Maha Kuasa ketika melihat stigma merebak di lingkungannya.    

Tidak ada komentar:

Posting Komentar