Cermin #5
Stigma
Sumber gambar: http://www.pathwaysup.org/stigma.html
Saya
sangat tertarik pada kajian mengenai stigma. Mengapa? Stigma adalah hal khusus
yang hanya bisa dihadapi dengan cara khusus. Stigma bukanlah selayaknya suatu
komunitas yang dapat dikontrol melalui pemimpin atau tokohnya. Menghadapi
stigma adalah suatu permainan, maka mainkanlah. Menghadapi stigma adalah
strategi, maka buatlah strategi itu.
Stigma
bermula dari isu, gossip dan fitnah. Maka berhati-hatilah dengan tiga hal itu.
Stigma dapat dengan mudah tersebar, meluas, merebak, mempengaruhi persepsi.
Stigma juga ditentukan oleh kuasa yang dimiliki subjek. Semakin luas kuasanya,
ia semakin mampu memproduksi stigma yang pengaruhnya juga berbanding lurus
dengan keluasan kuasanya. Sebagai contoh, seorang kepala sekolah mampu
mempengaruhi guru saat memberikan pengarahan mengenai RPP. Namun ketika
pengawas datang dan juga memberikan pengarahan mengenai RPP, kepala sekolah dan
guru akan tunduk terhadap pengarahan sang pengawas. Ketika yang datang adalah
reviewer, maka kemudian pengawas, kepala sekolah dan guru tunduk pada
pengarahan reviewer tersebut. Demikianlah stigma yang diproduksi oleh banyak
subjek yang berbeda kuasanya.
Stigma
adalah keadaan buruk yang menimpa masyarakat, menimpa banyak orang sehingga
kita tidak ingin mengingatnya. Bangsa kita pernah mengalami stigma, maka kita menjadi
tidak ingin mengingat stigma itu. Stigma diperlukan oleh masing-masing subjek
untuk memperlancar tugas-tugasnya. Stigma merujuk pada kondisi dengan muatan
tertentu, muatan yang penuh kepentingan. Pada pemahaman yang lebih luas, hampir
pada semua kejadian mengandung stigma. Saat dosen atau guru memberikan kuliah
dan mahasiswa atau siswa hanya diam mendengarkan, maka itulah sebenar-benar
stigma. Sang dosen atau guru sedang melempar stigma. Ini adalah hal yang
berbahaya. Inilah kondisi yang tidak adil.
Hal
yang tidak bisa dihindarkan adalah ketika kita tidak mengharapkan adanya stigma
tetapi dengan cara memproduksi stigma. Inilah sebenar-benar kontradiksi dalam
hidup. Tidaklah stigma bisa dihilangkan, hanya sekedar diminimalkan, diproduksi
secukupnya. Inilah hikmah yang bisa
diambil dari kajian mengenai stigma. Sebagai apapun kita, janganlah terlalu
banyak memproduksi stigma.
Melihat bagaimana orang menanggapi stigma,
bisa melihat berbagai macam perilaku. Pertama, doyan stigma. Saat disodori
stigma, ia sangat cepat dan bersemangat dalam merespon kemudian
menyebarluaskanya atau memproduksi stigma-stigma turunan. Tetapi pada suatu
titik, ia menjadi mundur dari perlagaan stigma karena citranya menjadi buruk
karena stigma itu sendiri. Kedua, orang yang telah menetapkan prioritas dalam
hidup sehingga merasa tidak punya waktu untuk menanggapi stigma tetapi pada
suatu titik ia juga ingin atau merasa perlu menangggapinya. Ketiga, orang yang
serta merta memohon ampun kepada Yang Maha Kuasa ketika melihat stigma merebak
di lingkungannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar