Rabu, 12 September 2012

Cermin #2 Apa yang ada dan yang mungkin ada berada dalam diriku ketika aku memikirkannya. Akan tetapi sanggupkah manusia memikirkan segala? Memikiran semua yang tercakup dalam apa yang ada dan yang mungkin ada? Ketika diriku mendapati bahwa tidak mampu menyebutkan segala yang ada dan yang mungkin ada, saat itulah kuterima bahwa bicaraku terbatas. Ketika diriku mendapati bahwa tidak mampu memikirkan segala yang ada dan yang mungkin ada, saat itulah kuterima bahwa pikiranku terbatas. Kapan manusia dikatakan mengetahui? Saat kita menyebutkan, memikirkan suatu hal maka hal tersebut ada dalam diri kita. Maka, bingung merupakan awal pengetahuan. Kuucapkan selamat pada diriku atas kebingungan-kebingungan yang pernah kualami. Pada kesempatan ini diriku ingin menyampaikan salah satu yang sudah kulihat dan kupikirkan. Keterangbenderangan yang Menenggelamkan ~terinspirasi ketika berkendara di malam hari~
Ternyata, terang benderang tidak berarti menampakkan semua. Ada yang pernah mengatakan pada kita, “Nyalakanlah lampu ruangan ini agar semua kelihatan dengan jelas!” Apakah semua lantas terlihat jelas? Nyatanya, kunang-kunang menjadi tak terlihat saat lampu menyala, saat halaman rumah kita terang benderang. Nyatanya, bulan dan bintang tak terlihat saat matahari bersinar, terang benderang di siang hari. Nyatanya, gelombang pada jalan beraspal justru terlihat jelas saat malam tiba, bukan saat terang benderang di siang hari. Nyatanya, manusia lebih sering mampu melihat pelita hidup saat ia mengalami duka, bukan saat bahagia. Ah, semoga cahaya itu ada di hati kita yang tak akan membuat kita silau terhadap penampakan tetapi mampu menemukan hakikat. Yogyakarta, 13 September 2012 Pertanyaan saya, “Seperti apakah seharusnya keterangbenderangan yang mencerahkan itu?”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar